Oleh : Yudha Kurniawan
(Ketum Permahi Bangka Belitung)
Gemantara.com, Bangka Belitung – Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia Bangka Belitung (DPC Permahi Babel) adalah organisasi mahasiswa independen yang bergerak di bidang ilmu hukum dan implementasi nya.Dalam ilmu hukum dijelaskan bahwa penerapan hukum terdiri atas pembentukan hukum dan penegakan hukum (Law Making & Law Enforcement) dalam kedua hal ini terdapat faktor yang mempengaruhi bekerjanya hukum di masyarakat, yang oleh Lawrence M Friedman adalah Struktur Hukum, Subtansi Hukum dan Budaya Hukum.
Pada dimensi penegakan hukum yang terhubung faktor-faktor diatas,dapat dipahami bahwa struktur hukum adalah sebagai institusi bagi tegak nya hukum, seperti polisi, jaksa, hakim serta advokat atau yang lebih dikenal dengan caturwangsa penegak hukum.Subtansi hukum dalam pengertian sempit nya adalah Undang-undang atau peraturan itu sendiri yang dibuat oleh institusi legislative, dan budaya hukum adalah terkait dengan keadaan sosial masyarakat akan kesadaran hukum itu sendiri, baik terhadap norma-norma moral maupun norma hukum itu sendiri.
Bangka Belitung sebagai salah satu provinsi di Indonesia, dalam kurun waktu satu tahun sejak Januari-Desember 2023 lalu terdapat beberapa catatan penegakan hukum, baik dalam perkara hukum yang sudah ditangani oleh penegak hukum, maupun perkara hukum yang di advokasi oleh Permahi Babel langsung di lapangan.Menurut pengamatan empiris kami selaku aktifis hukum setidak nya banyak kasus korupsi sepanjang tahun ini yang terjadi di Bangka Belitung yang menyita perhatian publik, mulai dari kasus tipikor tunjangan para pimpinan DPRD Provinsi Babel, kasus tipikor RSUD Sejiran Setason , kasus korupsi BPRS, kasus korupsi sertifikat tanah, ditingkat desa bahkan terdapat kasus penyimpangan dana di Desa Balunijuk, bahkan yang membuat atensi publik di akhir tahun ini adalah kejanggalan perkara PT.Pelindo yang dicabut dugaan korupsi nya oleh pihak Kejati Babel, dan Perkara korupsi tata niaga timah yang masih gencar diusut oleh Kejaksaan Agung RI (Kejagung RI) yang menyangkut pemeriksaan terhadap terhadap perusahaan swasta dan PT.Timah itu sendiri.
Dilain sisi masih terdapat masyarakat yan termarjinalkan karena hak-hak nya tidak diberikan hingga menyebabkan masyarakat mendapatkan kriminalisasi, hal tersebut terdapat dalam perkara kasus masyarakat membalong terhadap PT.Foresta Lestari Dwikarya di Belitung.Kurang nya peran pemerintah setempat dalam menyelesaikan permasalahan tersebut membuat masyarakat menjadi bergejolak dilapangan, hingga menyebabkan masyarakat setempat tidak mendapatkan hak-hak nya.
Hendak nya dua gambaran besar diatas menjadi bahan evaluasi para pemimpin-pemimpin di negari serumpun sebalai ini, bahwa secara budaya hukum, masih banyak pejabat yang tersandung kasus tipikor belum dapat memberikan contoh moral yang baik kepada masyarakat.Dalam hal ini Permahi Babel mengapresiasi penegak hukum sebagai unsur penegak hukum, dan mengutuk pejabat-pejabat yang menyalahgunakan wewenang nya terhadap hak-hak masyarakat.Di sisi lain terdapat masyarakat yang termarjinalkan atas kurang tegas dan cekatan stakeholder terkait dalam menyelesaikan permasalahan di masyarakat.Apabila kita melakukan pendekatan dengan faktor-faktor berjalanya hukum di masyarakat, hemat simpulan bahwa ketiga nya belum berjalan optimal di wilayah provinsi Bangka Belitung.Permahi Babel mendorong agar tegaknya hukum yang berkeadilan dengan mengedepankan prinsip-prinsip profesionalisme penegakan hukum, hati nurani dan keberanian dalam pelaksanaan nya, agar koruptor bisa diberantas tuntas dan masyarakat mendapatkan keadilan nya.
(Gun”77)